JAKARTA - Nani (35), berlari-lari kecil menghampiri
mobil yang perlahan menepi di Jalan Asia-Afrika yang menuju Jalan
Jenderal Surdirman. Tanpa dikomando, dia membuka pintu belakang, duduk
manis, lalu mengucapkan selamat pagi kepada pemilik mobil dan sopirnya.
Wusshhh…! mobil pun melenggang ke arah Sudirman dengan aman.
Beberapa menit kemudian, mobil menepi kembali saat akan keluar dari
Jalan Sudirman. Nani bergegas keluar setelah menyamber imbalan Rp20.000
dari pemilik mobil.
Nani hanyalah satu dari ratusan joki 3 in 1 di Jakarta. Saban hari tiap
pukul 07.00-10.00 dan sore pukul 16.00 sampai 19.00, dia berdiri di
Jalan Asia Afrika menawarkan jasa kepada pengendara mobil yang hendak
melewati jalan Sudirman.
Nani dan teman-temannya dibutuhkan pemilik mobil untuk menyiasati
Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 4104/2003 tanggal
23 Desember tahun 2003 tentang Penetapan Kawasan Pengendalian Lalu
Lintas Dan Kewajiban Mengangkut Paling Sedikit 3 Orang Penumpang Per
Kendaraan Pada Ruas-Ruas Jalan Tertentu di Provinsi DKI Jakarta.
Aturan tersebut melarang mobil dengan penumpang kurang dari 3 orang
melewati Jalan Sudirman, Jalan Gatot Subroto, dan Jalan MH Thamrin pada
jam sibuk tiap pukul 07.00-10.00 dan 16.30-19.00, kecuali hari libur,
Sabtu dan Minggu. Tujuannya untuk mengurangi volume kendaraan agar
kemacetan di Jakarta bisa berkurang. Tapi, implementasinya di lapangan
tak seperti yang diharapkan pemerintah, karena nyatanya pemilik mobil
memilih menyiasati aturan daripada beralih ke transportasi massal.
Seiring dengan munculnya permintaan timbul pula penawasan jasa dari
orang-orang seperti Nani yang disebut sebagai joki 3 ini one. Setelah 4
tahun menjadi joki, pernah hampir diperkosa, Nani tetap setia menekui
pekerjaan ini.
Wanita yang dulu bekerja sebagai cleaning service di perkantoran Jalan
Sudirman itu beralih menjadi joki 3 in 1 karena terkena PHK. “Mending
jadi joki aja mbak, cuma berdiri di pinggir jalan terus naik mobil dapat
duit lumayan,
kan enggak semua orang punya niat jahat, ada juga yang baik,” katanya, Senin (16/4/2012).
Joki 3 in 1 memang dianggap lebih baik ketimbang menjadi pemulung,
pencopet atau bahkan penjaga toko sekali pun, karena penghasilan mereka
rata-rata Rp80.000 per hari. Jika bisa bekerja tiap hari, mereka bisa
memperoleh pendapatan di atas Rp1.500.000 atau lebih tinggi dari upah
minimum provinsi Jakarta sekira Rp1.600.000.
Sakti (27), seorang pengendara mobil yang kerap melintasi Jalan Sudirman
mengatakan keberadaan joki dengan sendirinya telah membuat peraturan 3
in 1 tidak efektif. Dia berharap, pemerintah provinsi Jakarta bisa
menemukan solusi yang lebih jitu.
“Bagaimana mau berkurang jumlah mobil yang melintasi jalur protokol? dibuat 3 in 1 juga ada jokinya,” katanya.
Dia juga berharap pemimpin Jakarta ke depan bisa menekan jumlah
kendaraan yang seliweran di jalan. Joki 3 in 1 merupakan cermin dari
kebijakan yang tidak menyentuh akar persoalan dan hanya menciptakan
masalah baru.
sumber by : http://jakarta.okezone.com/read/2012/04/16/500/612378/pendapatan-joki-3-in-1-lebih-tinggi-daripada-ump-jakarta